Seni Budaya
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu
di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami
kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal,
antara lain tari saman dan seni bertutur yang disebut didong. Selain untuk
hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual,
pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan
keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk
kesenian Seperti: Tari bines, Tari Guel, Tari munalu, sebuku (pepongoten), guru
didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak
terlupakan dari masa ke masa, Karena Orang Gayo kaya akan seni budaya.
Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo
memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku
untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin
(mutentu). Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut
bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga
diri (mukemel). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber
dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut
oleh seluruh masyarakat Gayo.
Berikut nama-nama kesenian yang ada di
suku Gayo :
Ø Didong
Ada banyak kesenian adat suku Gayo, salah satunya adalah Didong, yaitu suatu kesenian yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reze Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To’et. Ada yang berpendapat bahwa kata “didong“ mendekati pengertian kata “denang“ atau “donang” yang artinya “nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati atau bersama-sama dengan bunyi -bunyian”. Dan ada pula yang berpendapat bahwa Didong berasal dari kata “din” dan “dong”. “din” berarti agama dan “dong” berarti dakwah. Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama islam melalui media syair. Para ceh didong (seniman didong) tidak semata-menyampaikan tutur kepada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika, melainkan didalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh yang seuai dengan Islam. Dalam Didong ada nilai-nilai religius, nilai-nilai keindahan, nilai-nilai kebersamaan dan lain sebagainya. Jadi, dalam ber-didong para ceh tidak hanya dituntut untuk mampu mengenal cerita-cerita religius tetapi juga bersyair, memiliki suara yang merdu serta berprilaku baik. Kesimpulanya, seorang ceh adalah seorang seniman sejati yang memiliki kelebihandisegala aspek yang berkaitan dengan fungsinya untuk menyebarkan ajaran Islam. Didong waktu itu selalu dipentaskan pada hari-hari besar Agama Islam.
Ada banyak kesenian adat suku Gayo, salah satunya adalah Didong, yaitu suatu kesenian yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reze Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To’et. Ada yang berpendapat bahwa kata “didong“ mendekati pengertian kata “denang“ atau “donang” yang artinya “nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati atau bersama-sama dengan bunyi -bunyian”. Dan ada pula yang berpendapat bahwa Didong berasal dari kata “din” dan “dong”. “din” berarti agama dan “dong” berarti dakwah. Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama islam melalui media syair. Para ceh didong (seniman didong) tidak semata-menyampaikan tutur kepada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika, melainkan didalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh yang seuai dengan Islam. Dalam Didong ada nilai-nilai religius, nilai-nilai keindahan, nilai-nilai kebersamaan dan lain sebagainya. Jadi, dalam ber-didong para ceh tidak hanya dituntut untuk mampu mengenal cerita-cerita religius tetapi juga bersyair, memiliki suara yang merdu serta berprilaku baik. Kesimpulanya, seorang ceh adalah seorang seniman sejati yang memiliki kelebihandisegala aspek yang berkaitan dengan fungsinya untuk menyebarkan ajaran Islam. Didong waktu itu selalu dipentaskan pada hari-hari besar Agama Islam.
Ø Didong Niet
Ø Tuak Kukur
Ø Melengkan
Ø Dabus
Ø Tari Bines
Ø Tari Guel
Ø Tari
Munalo
Gambar di bawah ini sejumlah Beberu (Gadis-Gadis) Gayo sedang menggerakkan
Tarian Munalo pada suatu acara perwakinan (Mungerje) di Takengon, Kabupaten
Aceh Tengah. Tari Munalo merupakan tarian khas masyarakat Gayo yang ditampilkan
pada saat menerima tamu-tamu penting.
Ø Tari Sining
Ø Tari Turun Ku Aih Aunen
Ø Tari Resam Berume
Ø Tari
Saman
Tarian ini mencerminkan budaya Gayo yang sangat kuat menganut agamanya dari gerak dan lirik lagu yang diucapkan oleh para penarinya. Jumlah tari Saman selalu ganjil dan pada awalnya tarian ini hanya dilakukan oleh laki-laki. Namun kini banyak juga wanita yang menekuni kesenian ini. Tari Saman dilakukan dalam formasi duduk berjejer rapat disertai gerakan dinamis tangan dan kepala dan diikuti gerakan membungkuk sesekali. Gerakan tari Saman yang sederhana dan dinamisinilah yang digemari oleh para penikmat seni. Masyarakat Gayo hidup dalam kelompok kecil yang disebut kampong. Sebuah kampung dihuni oleh beberapa kelompok clan berdasarkan prinsip patrilineal. Bentuk kesenian Gayo sendiri menjadi daya tarik tersendiri sehingga anda tidak hanya dapat menikmati Tari Saman tapi juga kesenian didong yang menggabungkan hiburan, rekreasi dan seni.
Tarian ini mencerminkan budaya Gayo yang sangat kuat menganut agamanya dari gerak dan lirik lagu yang diucapkan oleh para penarinya. Jumlah tari Saman selalu ganjil dan pada awalnya tarian ini hanya dilakukan oleh laki-laki. Namun kini banyak juga wanita yang menekuni kesenian ini. Tari Saman dilakukan dalam formasi duduk berjejer rapat disertai gerakan dinamis tangan dan kepala dan diikuti gerakan membungkuk sesekali. Gerakan tari Saman yang sederhana dan dinamisinilah yang digemari oleh para penikmat seni. Masyarakat Gayo hidup dalam kelompok kecil yang disebut kampong. Sebuah kampung dihuni oleh beberapa kelompok clan berdasarkan prinsip patrilineal. Bentuk kesenian Gayo sendiri menjadi daya tarik tersendiri sehingga anda tidak hanya dapat menikmati Tari Saman tapi juga kesenian didong yang menggabungkan hiburan, rekreasi dan seni.
Gambar: Tari
Saman oleh
wanita
Gambar: Tari Saman oleh Pria
Berikut
dibawah ini beberapa kesenian musik suku Gayo :
-
Canang Gayo
Canang Gayo merupkan
alat musik tradisional mirip gong yang dibunyikan dengan cara dipukul berirama.
Canang Gayo dimainkan pada acara perkawinan (Mungerje) dan upacara adat
lainnya. Sejumlah wanita Gayo sedang memukul Canang di Kampung Serule,
Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah.
-
Musik Teganing
Alat Teganing merupakan
alat musik pukul berasal dari Suku Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Alat musik
tradisional ini terbuat dari bambu dimainkan dengan cara memukul pada tali
senarnya secara berirama. Bunyi-bunyian alat musik perkusi ini biasanya diringi
dengan alunan suara Didong (Seni Tutur Bahasa Gayo) dan Jangen Gayo.
Masakan
Khas
Ø Masam Jaeng
Ø Gutel
Ø Lepat
Lepat memang banyak ditemui di tiap
kuliner nusantara ini. Contohnya di Suku gayo, mereka mengenal Lepat. Sedangkan
suku Batak Toba mengenalnya dengan nama Lapet, sedangkan di Suku Jawa dikenal
dengan nama Lemet. Banyak istilah, tetap sama jenis makanannya.
Ø Pulut Bekuah
Ø Cecah
Ø Pengat
Acara Adat Pernikahan
Tradisi pembasuhan
kaki pengantin pria dalam perkawinan masyarakat Gayo Tidak dilakukan oleh
pengantin wanita, tetapi oleh adik perempuan pengantin wanita. Secara garis
besar, kebudayaan Gayo, terdiri dari beberapa unsur yaitu kebudayaan Gayo Lues,
yang berpusat disekitar Aceh Tenggara, kebudayaan Gayo Serbejadi di kawasan
Aceh Timur, kebudayaan Gayo Linge dan kebudayaan Lut di Aceh
Tengah. Setiap unsur kebudayaan dari tiap suku bangsa tersebut tentu saja
memiliki keunikan dan kekayaan tradisi masing – masing dimana di dalamnya juga
terkandung nilai – nilai luhur untuk kemuliaan hidup. Tak terkecuali kebudayaan
masyarakat Gayo yang berada di sekitar kawasan Takengon Aceh Tengah ( Gayo Lut
) saat mempersiapkan sebuah hajat besar seperti upacara perkawinan yang harus
melewati beberapa tahapan adat, yang tiap tahapannya tersimpan makna yang
sakral untuk kebahagiaan hidup rumah tangga pasangan pengantin. Berikut adalah
beberapa tahapan singkat prosesi upacara perkawinan masyarakat suku gayo
:
· Risik Kono ( Perkenalan Keluarga )
Acara ini merupakan ajang perkenalan keluarga calon pengantin. Orang tua
pengantin pria, biasanya di wakilkan oleh ibunya, akan menyampaikan maksud dan
tujuan kedatangan mereka untuk berbesan dengan orang tua pengantin wanita.
Biasanya acara akan di mulai dengan ramah tamah serta senda gurau sebagai awal
perkenalan dan barulah selanjutnya mengarah pada pembicaraan seriuz mengenai
kemungkinan kedua keluarga ini bisa saling berbesan.
· Munginte ( Meminang / Melamar )
Tahapan peminangan ini tidak dilakukan oleh orang tua pengantin
pria secara langsung tetapi diwakilkan oleh utusan yang disebut telangkai atau
telangke. Biasanya mereka terdiri dari tiga atau lima pasang suami – istri yang
masih berkerabat dekat dengan orang tua pengantin pria.
Dalam acara ini yang banyak berperan adalah kaum ibu. Mereka datang sambil membawa bawaan yang antara lain berisi beras, tempat sirih lengkap dengan isinya, sejumlah uang, jarum dan benang. Barang bawaan ini disebut Penampong ni kuyu yang bermakna sebagai tanda pengikat agar keluarga pengantin wanita tidak menerima lamaran dari pihak lain.
Dalam acara ini yang banyak berperan adalah kaum ibu. Mereka datang sambil membawa bawaan yang antara lain berisi beras, tempat sirih lengkap dengan isinya, sejumlah uang, jarum dan benang. Barang bawaan ini disebut Penampong ni kuyu yang bermakna sebagai tanda pengikat agar keluarga pengantin wanita tidak menerima lamaran dari pihak lain.
Selanjutnya barang bawaan ini diserahkan dan ditinggal di rumah
pengantin wanita sampai ada kepastian bahwa lamaran tersebut diterima atau
tidak. Keluarga pengantin wanita diberi waktu sekitar 2-3 hari untuk memutuskan
hal tersebut. Dalam waktu tersebut biasanya keluarga pengantin wanita akan
mencari sebanyak mungkin tentang informasi calon pengantin pria mulai dari
bagaimana pribadinya, pendidikannya, agama, tingkah laku samapi ke soal bibit,
bobot dan bebetnya. Jika lamaran diterima maka barang bawaan tersebut tidak
dikembalikan lagi tetapi sebaliknya jika tidak, maka Penampong kayu akan
dikembalikan pada pengantin pria lagi.
Setelah mendapat kepastian lamaran diterima selanjutnya akan
dilakukan pembicaraan antara dua pihak keluarga mengenai kewajiban apa saja
yang harus dipenuhi oleh keluarga masing – masing, termasuk membicarakan
mengenai barang dan jumlah uang yang diminta oleh keluarga penganti wanita yang
disebut sebagai acara Muno sah nemah ( Menetapkan bawaan ), Dalam pembicaraan
ini keluarga pengantin pria akan diwakili oleh talangke yang harus pandai
melakukan tawar menawar atau negosiasi dengan keluarga pengantin wanita.
Sementara untuk mahar yang menentuakan adalah calon mempelai wanita sendiri dan
mahar yang diminta tidak boleh ditawar lagi.
Turun Caram ( Mengantar Uang )
Acara mengantar
uang ini biasa dilakukan pada saat matahari mulai naik antara pukul 09.00 –
12.00 dengan harapan agar nantinya kehidupan rumah tangga pasangan pengantin
ini, termasuk rezekinya akan selamanya bersinar.
Segenap dan Begenap (
Musyawarah dan Keluarga )
Dalam acara ini akan dilakukan
pembagian tugas saat acara pernikahan berlangsung. Yang mendapat tugas
melakukan berbagai persiapan pesta perkawinan adalah para kerabat serta
tetangga dekat. Acara akan berlangsung pada malam hari.
Pada malam begenap
acara akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok orang tua yang akan
membicarakan mengenai tata cara serah terima calon pengantin kepada Imam (
Pemuka Agama ) sementara kelompok kedua yaitu para muda – mudi yang berkelompok
membuat kue onde – onde untuk disantap bersama – sama. Setelah itu datanglah
utusan dari kelompok orang tua ke kelompok anak muda tersebut sambil membawa
batil ( cerana ) lalu mereka makan sirih bersama sebagai tanda permintaan orang
tua pengantin wanita agar muda mudi itu rela melepas salah satu teman mereka
untuk menikah.
Beguru ( Pemberian
Nasihat )
Acara ini didiadakan sesudah
acara malam begenap yaitu pada pagi hari sesudah salat subuh. Beguru artinya
belajar, dimana calon pengantin akan diberi berbagai nasehat dan petunjuk
tentang bagaimana nantinya mereka bersikap dan berprilaku dalam membina rumah
tangga. Acara beguru di rumah calon mempelai wanita ini biasanya akan diiringi
juga dengan acara bersebuku ( meretap ) yaitu pengantin wanita melakukan sungkeman
kapada kedua orang tuanya untuk memohaon restu dan doa.
Jege Uce ( Berjaga –
jaga )
Acara ini dilaksanakan
menjelang hari pernikahan. Disini para kerabat dan tetangga dekat akan berjaga
– jaga sepanjang malam dengan melakukan berbagai kegiatan adat seperti acara
guru didong ( berbalas pantun ) serta tari tarian. Pada malam itu calon
pengantin wanita akan diberi inai oleh pihak ralik ( keluarga pengantin wanita
).
Belulut dan Bekune ( Mandi dan Kerikan )
Dahi, pipi dan tengkuk calon
pengantin wanita akan dikerik oleh juru rias atau wakil keluarga ibunya yang
paling dekat setelah sebelumnya dilakukan acara mandi bersama di kediaman
masing – masing yang disebuat acara belulut. Bekas bulu – bulu halus kerikan
tadi selanjutnya akan ditaruh dalam sebuah wadah berisi air bersih dan
dicampurkan dengan irisan jeruk purut untuk ditanam. Dipercayai nantinya rambut
pengantin akan tumbuh subur dan lebat.
Munalo ( Menjemput
Pengantin Pria )
Pada hari dan tempat yang
telah disepakati rombongan pengantin wanita yang dipimpin oleh telangkai,
selanjutnya disebut sebagai pihak beru, sambil menabuh canang yang dilakukan
oleh para gadis bersiap menunggu kedatangan rombongan penantin pria yang
disebut pihak bei. Sementara itu pengantin wanita di rumahnya telah didandani
dan menanti dalam kamar pengantin. Canang akan semakin keras ditabuh dan
terdengar bersahutan ketika pihak bei sudah mulai kelihatan dari kejauhan.
Saat pihak bei telah
tiba, tabuhan canang dihentikan dan pihak beru akan membuka percakapan sebagai
ucapan selamat datang dan permohonan maaf jika terdapat kekurangan dalam acara
penyambutan tersebut. Setelah itu dilakukan tarian guel dan sining serta saling
berpantun. Disini pengantin pria akan diajak ikut menari bersama. Setelah itu
calon pengantin pria diarak beramai ramai menuju kediaman pengantin wanita.
Mah Bei ( Mengarak
Pengantin Pria )
Sebelum rombongan
pengantin pria sampai ke rumah pengantin wanita, mereka akan terlebih dahulu
berhenti di rumah persinggahan yang disebut Umah selangan selama 30 – 60 menit.
Ditempat ini rombongan akan menanti datangnya kiriman makanan yang dibawa oleh
utusan pihak beru. Bila kiriman itu dianggap berkenan maka rombongan akan
melanjutkan perjalanan menuju rumah pengantin wanita, setelah mendengar kabar
bahwa kelurga pengantin wanita telah siap menerima kedatangan. Sebaliknya bla
tidak berkenan maka acara bisa tertunda bahkan batal. Dalam perjalanan ini,
pengantin pria diapit telangkai yang bisanya terdirri dari dua orang laki – laki
yang sudah menikah. Pada acara ini orang tua mempelai pria boleh tidak
mendampingi karena tugas tersebut telah diwakilkan.
Setibanya rombongan bei
di rumah pengantin wanita, tiga orang ibu akan langsung datang menyambut dan
saling bertukar batil tempat sirih lalu diadakan acara basuh kidding ( cuci
kaki ) di depan pintu masuk. Uniknya yang melakukan acara basuh kidding ini
adalah adik perempuan pengantin wanita. Jika pengantin wanita tidak memiliki
adik perempuan maka tugas ini bisa digantikan oleh anak pakciknya. Setelah itu
sebagai tanda terima kasih, pengantin pria akan memberikan sejumlah uang kepada
adik pengantin wanita tersebut.
Selanjutnya pengantin
pria akan melakukan acara tepung tawar yang dilakukan oleh keluarga pengantin
wanita. Sambil dibimbing masuk rumah, pengantin pria akan diserahkan oleh
keluarganya dan didudukkan berhadapan dengan ayah pengantin wanita untuk acara
akad nikah yang disebut acara Rempele ( Penyerahan ).
Sebelum akad nikah dimulai telah disiapkan satu gelas air putih, satu wadah kosong dan sepiring ketan kunung untuk melakukan tata acara adat. Selesai akad pengantin pria memberikan S apBatil Mangas kepada mertua laki – lakinya. Selama akad berlangsung pengantn wanita yang telah didandani tetap tinggal di dalam kamar sambil menunggu dipertemukan dengan suaminya. Acara inilah yang disebut kamar dalem.
Sebelum akad nikah dimulai telah disiapkan satu gelas air putih, satu wadah kosong dan sepiring ketan kunung untuk melakukan tata acara adat. Selesai akad pengantin pria memberikan S apBatil Mangas kepada mertua laki – lakinya. Selama akad berlangsung pengantn wanita yang telah didandani tetap tinggal di dalam kamar sambil menunggu dipertemukan dengan suaminya. Acara inilah yang disebut kamar dalem.
Munenes ( Ngunduh Mantu )
Acara ini sebagai
simbol perpisahan antara pengantin wanita dengan orang tuanya karena telah
bersuami dan akan berpisah tempat tnggal, termasuk juga sebagai acara
perpisahan di masa lajang ke kehidupan berkeluarga. Pengantin wanita akan
diantar ke rumah pengantin pria sambil membawa barang – barangnya dari
peralatan rumah tangga sampai bekal memulai hidup baru. Setelah itu diadakan acara
makan bersama. Biasanya setelah tujuh hari pengantin wanita berada di rumah
pengantin pria, orang tua pengantin pria akan dating ke rumah besannya sambil
membawa nasi beserta lauk pauk. Acara yang disebut Mah Kero Opat Ingi ini
bertujuan untuk lebih saling mengenal antar dua keluarga yang sudah bebesan.
Busana Adat
Di
masa silam orang Gayo pernah mengenal bahasa busana dari kulit kayu nanit,
hasil tenunan sendiri dari bahan kapas, dan bahan kain yang didatangkan dari
luar daerah Gayo. Periode pemakaian nanit sudah dari ingatan orang sekarang,
yang konon dipakai pada masa-masa sulit di zaman kolonial Belanda atau masa
sebelumnya. Kegiatan bertenun pun sudah lama tak tampak dalam kehidupan mereka,
kecuali pada masa pendudukan balatentara Jepang dimana kehidupan serba sulit.
Busana yang diperkenalkan disini dibatasi pada busana sub klompok Gayo Lut yang
berdiam di Kabupaten Aceh Tengah. Uraian tentang busana atau pakaian ini
termasuk unsur perhiasan atau assesorisnya yang dikenakan dalam rangka upacara
perkawinan, karena diluar diluar upacara itu tidak tampak. Adanya ciri busana
Khas Gayo, lebi-lebih pada zaman masa belakangan ini.
Unsur-unsur pakaian pengantin wanita adalah baju, kain sarung pawak, dan
ikat pinggang ketawak. Unsur-unsur perhiasan adalah mahkota sunting, sanggul
sempol gampang, cemara, lelayang yang menggantung dibawah sanggul, ilung-ilung,
anting-anting subang gener clan subang ilang, yang semuanya itu ada di seputar
kepala. Dibagian leher tergantung kalung tangang terbuat dari perak atau uang
perak tangang ringgit dan tangang birah-mani, clan belgong yang merupakan
untaian manik-manik. kedua lengan sampai ujung jari dihiasi dengan
bermacam-macam gelang seperti ikel, gelang iok, gelang puntu, gelang berapit,
gelang bulet, gelang beramur, topong, dan beberapa macam cincin sensim belah
keramil, sensim genta, sensim patah paku, sensim belilit, sensim keselan,
sensim kui. Bagian pinggang selain ikat pinggang dari kain katawak, masih ada
tali pingang berupa rantai genit rante, clan dibagian pergelangan kaki ada
gelang kaki. Unsur busana lain yang sangat penting adalah upuh ulen-ulen
selendang dengan ukuran relatif lebar.
Berikut beberapa Pakaian
dan Kerajinan dengan Motif khas suku Gayo :
( Gambar: Kiri Atas : Kain Adat, Kanan Atas: Pakaian Pengantin wanita, Kiri
Bawah : Kerajinan Tas Wanita )
Rumah Adat
Rumah tua Umah Edet Pitu Ruang (Rumah Adat Tujuh Ruang) bukti sejarah orang
Gayo tersebut letaknya di sebuah kampung pinggiran Danau Lut
Tawar tepatnya di Kampung Toweren, Kecamatan Laut Tawar Aceh Tengah,
rumah itu adalah bukti sejarah yang masih ada di Dataran Tinggi Gayo yang benar-benar
asli peninggalan tidak seperti rumah adat di Linge dan Mess Pitu Ruang di
Kampung Kemili Takengon yang hanya copyan dari bentuk aslinya.
Luas
Umah Edet Pitu Ruang itu, panjangnya 9 meter dengan lebar 12 meter. Berbenrumah
panggung dengan lima anak tangga, menghadap utara. Sementara di dalamnya
terdapat empat buah kamar. Selain empat kamar, ada dua lepo atau ruang bebas di
arah timur dan barat. Di dinding luar rumah dihiasi atau dipercantik dengan
ukiran-ukiran khas masyarakat suku Gayo yang disebut Kerawang, awalnya adalah
ukiran pada rumah Adat Gayo "Pitu Ruang", yang kemudian
motifnyadiadopsi kedalam barang-barang kerajinan khas Gayo. Bordir Kerawang
memiliki corak yang khas, dimana mempunyai makna filosofi yang dalam dari
setiap ukiran dan bentuknya.
Bordir
Kerawang Gayo ini sering dipakai untuk hiasan dinding, alas meja, motif pakaian
, tas dan lain sebagainya. Motif Kerawang Gayo tidak hanya diminati masyarakat
lokal saja, namun daerah Aceh lainnya juga banyak mencari motif ini.
Berikut dibawah ini adalah gambar rumah
adat suku Gayo :
http://hermawanmukti.blogspot.com/2013/03/mengenal-suku-gayo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar